Rangkap Jabatan Dan Komunikasi Politik
Tujuhari.com - Pada saat undang-undang anti pornografi disahkan menjadi undang-undang oleh DPR, banyak gerakan yang berusaha untuk melakukan penolakan terhadap undang-undang tersebut. Salah satunya adalah beberapa tokoh yang berkumpul disuatu tempat dan melakukan orasi. Yang menarik adalah didalam kumpulan tersebut terdapat tokoh-tokoh nasional termasuk didalamnya salah satu anggota dewan penasehat presiden.
Dalam orasinya, sang tokoh ini, meminta kepada pemerintah untuk menolak menanda tangani undang-undang tersebut dengan alasan dan argumen yang disampaikan. Yang patut di soroti bukanlan pendapat tentang undang-undang anti pornografi dan porno aksi yang diramaikan tersebut, melainkan fenomena dimana seorang anggota dewan pertimbangan presiden yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan presiden melakukan orasi didepan umum yang sebenarnya pendapat tersebut dapat langsung disampaikan kepada sang presiden, tanpa adanya hambatan berarti. Karena memang posisi tokoh ini adalah sebagai sumber pertimbangan bagi presiden tentang hukum.
Kalau kita berkaca pada kondisi pada masa orde baru waktu presidennya adalah Soeharto, DPA yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan kepada presiden, memiliki aturan, baik secara tertulis ataupun tidak tertulis, bahwa seluruh isi pertimbangan yang disampaikan kepada presiden bersifat rahasia negara. Informasi ini tidak dapat diberikan kepada pihak-pihak lain yang tidak berkepentingan atas informasi tersebut.
Kalau melihat fenomena ini, kita hanya bisa menduga-duga, ada dengan sistem pemerintahaan sekarang, khususnya tentang posisi, aturan dan etika bagi Wantimpres tersebut.
Pada saat hal ini diajukan, ada beberapa pihak yang menyampaikan sanggahan, bahwa yang dilakukan oleh sang tokoh, adalah bukan kapasitasnya sebagai seorang anggota Wantimpres, melainkan sikap pribadi sang tokoh terhadap hal-hal tertentu.
Tetapi sebagai orang awam, tentu kita tidak bisa dengan mudah memisahkan posisinya sebagai seorang pribadi, dengan jabatannya sebagai anggota Wantimpres. Karena orangnya itu-itu juga, dan individu yang sama.
Pendapat lain menyatakan bahwa, ada kemungkin bahwa sang tokoh sudah menyampaikan pertimbangannya kepada presiden sebelum hal itu menjadi sesuatu yang diramaikan oleh banyak pihak. Tetapi pertimbangan itu tidak mendapat respon positif dari kepala negara, hal inilah yang menyebabkan sang tokoh melakukan hal diluar jalur yang semestinya. Soal benar atau tidak hanya beliau yang tahu.
Disisi lain, waktu adanya penurunan harga BBM internasional, Ketua DPR menghimbau pemerintah untuk segera menurunkan harga jual didalam negeri. Mungkin sebagian besar dari bangsa ini tidak melihat kejanggalan ini. Karena memang sudah seharusnya seorang Ketua DPR yang merupakan lembaga perwakilan dari rakyat menyuarakan kepentingan rakyat banyak.
Tetapi sebenarnya ada yang cukup janggal disini. Ketua DPR yang juga merupakan salah satu pemimpin teras dari partai besar yang merupakan partai pemerintah, menyuarakan kepentingan rakyat dengan cara mengingatkan pemerintah. Padahal sang ketua DPR ini bisa langsung menelpon sang ketua umum partainya yang juga wakil presiden di negeri ini. Untuk meminta untuk segera menurunkan harga BBM. Hubungan yang dekat seperti itu, sebenarnya tidak memerlukan perantara melalui media massa.
Memang negeri ini sudah membuat rakyat bingung, sehingga kejanggalan dan keanehan seperti itu bukanlah menjadi sesuatu yang aneh. Hal ini sudah biasa terjadi dinegeri ini, dimana banyak para pemimpin dan tokoh yang merangkap 2 jabatan strategis, yang satunya di partai dan satunya lagi di pemerintahan atau legislatif.
Seharusnya yang berteriak untuk penurunan harga BBM adalah tokoh yang berasal dari partai yang berseberangan dengan pemerintah, atau setidak-tidaknya adalah partai yang tidak termasuk kedalam pendukung pemerintahan sekarang.
Hal ini sudah dibiasakan selama 32 tahun orde baru, yaitu rangkap jabatan. Jadi kalau ada peresmian suatu proyek didaerah oleh pemimpin teras dinegara ini, paginya acara peresmian proyek, dengan jabatan sebagai pemerintah, siangnya temu kader partai yang bersangkutan guna melakukan konsolidasi. Apakah ini sesuatu yang benar atau tidak, silahkan rakyat yang menentukan.
Tetapi mungkin saja kedua contoh yang dipaparkan diatas, merupakan komunikasi politik antara sang tokoh dengan konstituennya. Misalnya, bagi tokoh wantimpres yang mengajukan penolakan terhadap undang-undang pornoaksi tersebut, sebenarnya bukan menyampaikan hal itu kepada pemerintah, tetapi informasi tersebut ditujukan kepada masyarakat umum, yaitu bahwa walaupun undang-undang anti pornoaksi tersebut diajukan oleh pemerintah, tetapi sebenarnya sang tokoh sudah mengajukan keberatan dan ketidak setujuan dari awal, masalahnya saran dan pertimbangan itu tidak mendapat respon positif. Jadi proses ini dijadikan sebagai media penyampai kepada khalayak tentang posisi dan pendapat beliau akan permasalahan tersebut.
Sama halnya dengan Ketua DPR yang meminta pemerintah menurunkan harga BBM, bisa jadi hal itu bukan ditujukan kepada pemerintah, melainkan kepada rakyat indonesia, bahwa beliau sebagai pimpinan DPR dan pimpinan partai telah berusaha melakukan pembelaan terhadap nasib rakyat, walaupun partainya merupakan pendukung pemerintahan sekarang.
Mungkin ini yang disebut sebagai komunikasi politik.